Senin, 18 April 2011

Part 2 : The Naif - Job Description Mindset

Bayangkan sebuah percakapan terjadi di ruangan seorang bos :

Karyawan : Pak saya minta naik gaji 20%

Bos : o gitu, kenapa emang ?

Karyawan : Ya.. saya kan dah kerja 5 tahun pak, masa gaji saya segitu-gitu aja, naikin lah pak

Bos : oo gitu, kontribusi kamu ke perusahaan apa ?

Karyawan : saya udah kerjain semua yang bapak suruh, semua sudah sesuai dengan job des saya

Bos : Job des-nya yg kamu maksud sama seperti job des waktu pertama kamu masuk ?

Karyawan : iya pak, sama persis, saya laksanakan setiap detail dari job des itu

Bos : terus waktu kamu masuk, kan perusahaan kasih tahu ke kamu dong, job des kamu apa dan kamu dibayar berapa, betul ?

Karyawan : betul pak

Bos : apakah gaji kamu sudah sesuai dengan deal waktu kamu awal masuk ?

Karyawan : sudah pak

Bos : lalu ? kenapa kamu minta naik gaji ? kan deal awalnya kamu lakukan job des tersebut maka kamu dibayar sesuai gaji kamu

Karyawan : tappiii…

Bos : apakah prestasi kamu 100% dengan job des kamu ?

Karyawan : ya gak sih pak.. tapiiii

Bos : udah..udah.. gaji kamu gak bisa naik..

Karyawan : ….

Hubungan antara Bos (job-giver) dan Karyawan (job-taker) adalah hubungan bisnis, semua diawali dengan job des yang dikompensasikan dengan upah atau gaji – hubungan yang sangat sederhana.

Namun sering kali banyak job-taker yang termanjakan dengan bayaran bulanan yang konstan dan lupa bahwa sebenarnya hubungan mereka dengan job-taker adalah hubungan bisnis, dimana sama seperti ketika kita membeli sesuatu penjual kasih barang kita bayar dengan duit.

Ketika job-taker menerima job des sering kali, job des dianggap sebagai batas paling maksimal dalam beban kerja job-taker, sementara dari sisi upah/gaji job-taker merasa bahwa gaji dari job des tersebut adalah gaji paling minimal

Disisi job-giver tentu saja padangannya berbeda, job des adalah batas minimal yang harus dikerjakan oleh seorang job-taker.

So tentu saja job-giver akan berkata : kalau kamu merasa job des kamu adalah batas maksimal dari beban kerja kamu ya berarti gaji maksimal kamu juga segitu.

Pandangan yang masuk akal menurut gw, pasti dari sisi job-taker merasa “Rugi dong ! gw kerja lebih dibayar sama saja”

Ingat ! hubungan antara job-taker dan job giver adalah hubungan bisnis, job-taker akan membayar sesuai dengan jasa yang diberikan oleh job-giver, jika jasa yang dideliver oleh job-taker hanya sebatas job des yang diberikan maka tentu saja job-giver mempunyai hak yg sama untuk membayar hanya sebatas deal awal.

Harusnya job-taker berfikir selayaknya sebuah perusahaan, untuk bisa mendapatkan pendapatan lebih maka sebuah perusahaan harus bisa meningkatkan pelayannya (up selling),layaknya sebuah perusahaan proses memperkenalkan sebuah jasa baru tentu dengan sebuah promo, dan salah satu promo tersebut adalah free sampling – dimana perusahaan memberikan produknya gratis sebagai sample dengan harapan setelah konsumen mencicipi produk tersebut, konsumen akan jatuh cinta dan membeli produk tersebut, demikian juga dalam hubungan kerja job-giver dan job-taker, (ingat hubungan job-giver dan job-taker adalah hubungan bisnis), harusnya job-taker berfikir untuk meng”up sell” dirinya dengan bekerja melebihi job des-nya sehingga mendapatkan perhatian job-giver

Ketika job-taker sudah mendapatkan perhatian job-giver barulah negosiasi kenaikan gaji layak dilakukan, karena bargaining power job-giver sudah diatas job-taker, dan jika job-giver tidak memperhatikan sama sekali, dengan pengalaman dan keahlian lebih yang dipunyai dari bekerja melampaui job des, maka seharusnya job-taker lebih percaya diri untuk mencari “bisnis deal” di tempat lain. (dan ketika hal ini terjadi yang rugi lebih banyak adalah di sisi job-giver)

I’m a corporate monster, if you think bahwa job des adalah batas maksimal beban pekerjaannya maka demikian jugalah upah yang layak diterima. Kalau job des adalah performance minimal yang perlu dicapai,maka demikian dengan upah yang layak diterima – anyway if your not happy with your pay.. jusssttt movvvee llaaa !!! :D

Blog terkait

Part 1 : The ROI Deal

Part1 The ROI Deal Live Case Andreas Raharso : Orang Asia Pertama yang jadi CEO The Hay Group Global


Tidak ada komentar: