Banyak alasan yang dikeluarkan ketika seseorang resign :
1. Mendapatkan Gaji yang lebih besar
2. Bosen dengan pekerjaan sekarang, jadi cari pekerjaan yang lebih menantang
3. Melanjutkan sekolah
4. Masalah kesehatan
5. Mau fokus usaha sendiri
6. dll
Alasan – alasan ini sebenarnya bisa di kerucutkan kedalam 2 sifat dasar yang mengikat atau menjaga loyalitas seorang karyawan.
1. Transactional Bonding, cenderung hal – hal material yang mengikat karyawan seperti gaji, benefit, mobil perusahaan, dll
2. Emotional Bonding, adalah ikatan emosional yang di alami antara bos dan bawahan.
Ikatan yang paling lemah adalah “transactional bonding” disini seperti sistim lelang, siapa yang memberikan penawaran paling tinggi akan menang, memang tidak bisa dipungkiri hal – hal material inilah yang menjadi salah satu tujuan utama dalam bekerja, tapi ini bukanlah satu – satunya tujuan, masih ada benefit – benefit yang tidak kentara seperti aktualisasi diri, nyaman dengan lingkungan dan hal – hal intangible lainnya yang bisa mengikat seorang bawahan.
Ikatan yang perlu diperjuangkan oleh setiap atasan adalah “emotional bonding” tidak mudah membangun “emotional bonding” karena diperlukan personal touch kepada setiap bawahan, “emotional bonding” bisa membuat seorang bawahan menolak pindah ke company yg menawarkan gaji yang lebih tinggi. Namun hal ini hanya bisa terjadi bila bawahan tersebut sudah merasa puas dengan hal – hal material (gaji,bonus,asuransi,dll( yang ditawarkan perusahaan.
Isitilah yang sering saya gunakan adalah : untuk membuat orang setia, kita harus membuat orang tersebut kenyang terlebih dahulu
Emotional bonding adalah usaha aktif yang perlu dicapai oleh setiap atasan terhadap bawahan, sebuah seni dalam menjaga perasaan puas terhadap benefit material yang diberikan perusahaan dan perasaan berarti dan tertantang didalam pekerjaan sehari – hari.
Emotional Bonding juga menjadi alat evaluasi bagi atasan untuk mengetahui tingkat kepuasaan bawahan terhadap pekerjaan dan benefit yang didapat, sehingga kita bisa melakukan tindakan – tindakan koreksi sebelum bawahan kita memberikan surat resign ke kita, karena biasanya ketika surat resign sudah diserahkan, kondisinya sudah terlambat untuk diperbaiki. Tanpa emotional bonding maka bawahan kita akan selalu terikat pada transactional bonding
Lalu apakah kita perlu mengusahakan emotional bonding terhadap semua karyawan ? idealnya adalah “ya” namun apa jadinya kalau kita bekerja di sebuah pabrik dengan 1000 orang karyawan, apakah kita perlu melakukan emotional bonding terhadap 1000 orang ? jawabannya tentu tidak, jagalah emotional bonding terhadap key person - key person Anda, karena mereka toh yang paling Anda butuhkan.
Bangunlah Emotional Bonding tidak pada diri Anda, jangan berusaha untuk menciptakan pengikut pribadi Anda, bangunlah Emotional Bonding terhadap pekerjaan dan tugas bawahan kita, sadarkan bawahan kita bahwa dengan tetap pada pekerjaan dan tugasnya sekarang turut membangun diri bawahan kita sebagai seorang individu dan memperkaya pengalaman dan modal untuk naik ke tahap selanjutnya.
Bangunglah Emotional Bonding dengan memberikan bawahan kita kepuasaan dari pekerjaan mereka, dan kepuasaan terhadap pekerjaan adalah perasaan yang akan terus menerus membakar semangat bawahan kita untuk terus maju dan tetap berkarya di company kita.
Baca : Personal Touch – cara untuk menciptakan bawahan yang efektif
Jadilah seorang atasan yang memang benar- benar perduli terhadap perkembangan diri bawahan kita, rasa perduli itulah yang menjadi dasar utama kita sebagai atasan dalam menciptakan Emotional Bonding terhadap bawahan kita, rasa perduli itu pasti akan terlihat dengan sendirinya dari sikap dan prilaku kita sehari – hari, dan percayalah bawahan kita mengetahui apakah atasan benar – benar perduli atau tidak.
So why do people resign ? semua berpulang pada selaras atau tidaknya tujuan individu tersebut dengan pekerjaan yang sedang dijalani, jika tidak selaras pasti orang tersebut resign, emotional bonding hanyalah tools/alat yg bisa kita pakai untuk mengarahkan, mempertahankan dan mengevaluasi apakah bawahan atau rekan kerja kita masih sejalan dengan kita atau sudah saatnya untuk mengambil jalan masing - masing.
Resigning is not a bad thing, if it's well planned and managed.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar